KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
menganugerahkan akal dan pikiran kepada manusia dan menjadikan manusia sebagai
makhluk yang berfikir, sehingga kita mampu mengemban misi amanah kekhalifahan
di dunia ini, serta menyelamatkan diri dan umat.
Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Qudwah kita Nabi
Muhammad saw yang telah membimbing manusia menuju alam kedamaian, berdasarkan
Al-Qur’an dan Al-Hadits, keluarga beliau, sahabat-sahabat serta orang yang
istiqamah mengikuti jalan mereka dengan ahsan.
Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada bapak mata kuliah Teori-Teori Pembelajaran yang telah
memberikan kami kesempatan untuk memyelesaikan dan mempersentasikan makalah
yang berjudul Teori Pembelajaran Behavioristik di hadapan teman-teman.
Makalah ini tidak dapat
terselesaikan tidak lain karena dari berbagai pihak, oleh karenanya kami
ucapkan banyak terima kasih kepada bapak Drs. H. Akbarizan, M.Ag, M.Pd dan
umumnya kepada rekan-rekan yang telah membantu baik berupa moril maupun
materil.
Kami menyadari dalam penyelesaian makalah ini masih terdapat banyak
kesalahan, oleh karenanya kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami
harapkan dari berbagai pihak, untuk memperbaiki segala kekurangannya.
Pekanbaru, 30 April 2013
Penulis
ISMAIL
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………….. 1
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………. 2
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………… 3
BAB II PEMBAHASAN
: TEORI PEMBELAJARAN BEHAVIORISTIK
A.
Pengertian Teori Belajar Behavioristik ............................................................. 5
B.
Tokoh-Tokoh dan Pemikirannya terhadap Teori Belajar Behavioristik. ............ 6
a.
Thorndike : koneksionisme. ...................................................................... 6
b.
Watson : Conditioning ............................................................................... 6
c.
Edwin Guthrie : Conditioning ................................................................... 8
d.
Skinner : Operant conditioning ................................................................. 8
e.
Pavlov : Classic Conditioning .................................................................. 9
C.
Aplikasi teori behavioristik dalam pembelajaran .............................................. 10
Tujuan Pembelajaran Behaviorism ............................................................................ 12
D.
Prinsip-prinsip teori Pembelajaran Behavioristik .............................................. 13
E.
Kelebihan dan kekurangan dalam teori pembelajaran behavioristik ................ 14
a. Kelebihan ................................................................................................... 14
b. Kekurangan ............................................................................................... 15
F.
Analisis Tentang Teori Behavioristik ......................................................................... 15
BAB III KESIMPULAN .............................................................................................. 17
DAFTAR KEPUSTAKAAN ........................................................................................ 18
BAB
I
PENDAHULUAN
Dalam menelaah
literatur psikologi, kita akan menemukan banyak teori belajar yang bersumber
dari aliran-aliran psikologi. Salah satunya adalah teori belajar behavioristik,
Teori belajar behavioristik menjelaskan
belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai
secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang
menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum
mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang
internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons
adalah akibat atau dampak, berupa reaksi titik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan
ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon).
Teori Behavioristik:
1.
Mementingkan
faktor lingkungan
2.
Menekankan
pada faktor bagian
3. Menekankan pada tingkah laku yang nampak
dengan mempergunakan metode obyektif.
4.
Sifatnya
mekanis
5.
Mementingkan
masa lalu
Kritik terhadap behavioristik adalah pembelajaran siswa yang
berpusat pada guru, bersifat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang
dapat diamati dan diukur. Kritik ini sangat tidak berdasar karena penggunaan
teori behavioristik mempunyai persyaratan tertentu sesuai dengan ciri yang
dimunculkannya. Tidak setiap mata pelajaran bisa memakai metode ini, sehingga
kejelian dan kepekaan guru pada situasi dan kondisi belajar sangat penting
untuk menerapkan kondisi behavioristik.
Metode behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan
kemampaun yang membuthkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur
seperti : Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek,
daya tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik,
menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga
cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran
orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang
dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau puji.
BAB II
PEMBAHASAN
TEORI
PEMBELAJARAN BEHAVIORISTIK
A. Pengertian Teori
Belajar Behavioristik
Teori behavioristik adalah teori beraliran behaviorisme yang merupakan
salah satu aliran psikologi. Teori belajar behavioristik ini dikenal dengan sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan
Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.[1]
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai
akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain
belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya
untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara
stimulus dan respon.
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan
perubahan tingkah lakunya.[2] Misalnya; siswa belum dapat dikatakan berhasil dalam belajar Ilmu
Pengetahuan Sosial jika dia belum bisa/tidak mau melibatkan diri dalam
kegiatan-kegiatan sosial seperti; kerja bakti, ronda dll.
Menurut teori ini yang terpenting adalah :
1.
Masukan atau input yang
berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons.
Stimulus adalah apa
saja yang diberikan guru kepada siswa misalnya alat perkalian, alat peraga,
pedoman kerja atau cara-cara tertentu untuk membantu belajar siswa, sedangkan
respon adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan guru
tersebut.
Teori ini juga
mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting
untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
2.
Penguatan
(reinforcement)
Penguatan adalah apa
saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Misalnya, ketika peserta didik
diberi tugas oleh guru, ketika tugasnya ditambahkan maka ia akan semakin giat belajarnya,
maka penambahan tugas tersebut merupakan penguatan positif dalam belajar,
begitu juga sebaliknya.
Prinsip-prinsip
behaviorisme adalah :
1.
Objek psikologi adalah
tingkah laku
2.
Semua bentuk tingkah
laku dikemalikan kepada reflek
3.
Mementingkan terbentuknya
kebiasaan.[3]
B.
Tokoh-Tokoh dan Pemikirannya terhadap Teori Belajar Behavioristik.
a. Thorndike : koneksionisme.
Thorndike adalah seorang pendidik dan sekaligus psikolog berkebangsaan
Amerika. Menurutnya, belajar merupakan proses interaksi antara Stimulus (S) yang
mungkin berupa pikiran, perasaan atau gerakan dan Respon (R) yang juga berupa
pikiran, perasaan atau gerakan.
Stimulus adalah perubahan dari lingkungan exsternal yang menjadi tanda
untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi/berbuat. Sedangkan respon adalah
sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang.
Dari percobaannya yang terkenal (puzzle box) diketahui bahwa supaya
tercapai hubungan antara stimulus dan respon, perlu adanya kemampuan untuk
memilih respon yang tepat serta melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trial)
dan kegagalan-kegagalan (Error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar
dari belajar adalah Trial and Error
learning atau selecting and conecting learning dan berlangsung menurut
hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh
thorndike ini sering disebut teori belajar koneksionisme atau asosiasi.
Edward L. Thorndike dalam teori connectionism dari Amerika Serikat,
menyatakan bahwa dasar dari belajar adalah asosiasi antara kesan panca indera
dan inplus untuk bertindak atau terjadinya hubungan antara stimulus dan respon
disebut Bond, sehingga dikenal dengan teori S – R Bond. Didalam belajar terdapat
dua hukum, yaitu hukum primer dan hukum sekunder.
Hukum primer terdiri dari :
1.
Law of Readiness, yaitu kesiapan untuk bertindak itu timbul karena penyesuaian diri dengan
sekitarnya yang akan memberikan kepuasan
2.
Law of Exercise and
Repetation, sesuatu itu akan sangat
kuat bila sering dilakukan diklat dan pengulangan
3.
Law of Effect, yaitu perbuatan yang diikuti dengan dampak atau pengaruh yang memuaskan
cenderung ingin diulangi lagi dan yang tidak mendatangkan kepuasan akan
dilupakan
Hukum sekunder terdiri dari :
1.
Law of Multiple
Response, yaitu sesuatu yang
dilakukan dengan variasi uji coba dalam menghadapi situasi problematis, maka
salah satunya akan berhasil juga.
2.
Law of Assimilation, yaitu orang yang mudah menyesuaikan diri dengan situasi baru, asal situasi
itu ada unsur bersamaan
3.
Law of Partial
Activity, seseorang dapat beraksi
secara selektif terhadap kemungkinan yang ada di dalam situasi tertentu.[4]
b. Watson : Conditioning
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan
respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat di amati (observable)
dan dapat di ukur. Jadi meskipun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental
dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor
tersebut sebagai hal yang tidak perlu di perhitungkan karena tidak dapat
diamati.
Watson adalah seorang behaviorist murni, karena kajianya tentang belajar
disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti fisika atau biologi yang sangat
berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati
dan diukur. Hanya dengan asumsi seperti itulah – menurut watson - kita
dapat meramalkan perubahan apa yang bakal terjadi pada siswa.
c. Edwin Guthrie : Conditioning.
Azas belajar guthrie yang utama adalah hukum kontinguity. Yaitu gabungan stimulus-stimulus
yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti
oleh gerakan yang sama. Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus
respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena
gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada
respon lain yang dapat terjadi. Penguatan hanya sekedar melindungi hasil
belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang
baru.
Teori guthrie ini mengatakan bahwa hubungan stimulus dan respon bersifat
sementara, oleh karenanya dalam kegiatan belajar, peserta didik perlu sesering
mungkin diberi stimulus agar hubungan stumulus dan respon bersifat lebih kuat
dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment)
memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat
yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
d. Skinner : Operant conditioning
Skinner adalah seorang yang berkebangsaan Amerika yang dikenal sebagai
seorang tokoh behavioris yang meyakini bahwa perilaku individu dikontrol
melalui proses operant conditioning dimana seseorang dapat mengontrol
tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam
lingkungan yang relatif besar.
Menagement kelas menurut skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi
perilaku antara lain dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada
perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yang
tidak tepat. Operant Conditioning adalah suatu proses perilaku operant
(penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut
dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan.
Teori belajar behavioristik ini telah lama dianut
oleh para guru dan pendidik, namun dari semua pendukuung teori ini, teori
Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar
Behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine,
pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang
berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-fktor
penguat merupakan program-program
pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan oleh skinner.[5]
Menurut skinner – berdasarkan percobaanya terhadap tikus dan burung merpati
– unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan. Maksudnya adalah penguatan
yang terbentuk melalui ikatan stimulus respond akan semakin kuat bila diberi
penguatan ( penguatan positif dan penguatan negatif).
Bentuk penguatan positif berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan.
Sedangkan bentuk penguatan negatif adalah antara lain menunda atau tidak
memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan, atau menunjukkan perilaku tidak
senang.
Skinner tidak percaya pada asumsi yang dikemukakan guthrie bahwa hukuman
memegang peranan penting dalam proses pelajar. Hal tersebut dikarenakan menurut
skinner :
1.
Pengaruh hukuman
terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara
2.
Dampak psikologis yang
buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa terhukum) bila hukuman
berlangsung lama
3.
Hukuman mendorong si
terhukum mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman
4.
Hukuman dapat mendorong
si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk dari pada
kesalahan pertama yang diperbuatnya. Skinner lebih percaya dengan apa yang
disebut penguatan baik negatif maupun positif.[6]
e. Pavlov : Classic Conditioning
Dalam pemikiranya Pavlov berasumsi bahwa dengan menggunakan
rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan
apa yang diinginkan. Berangkat dari asumsi tersebut Pavlov mengadakan
eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang
memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihanya
secara hakiki, manusia berbeda dengan binatang.
Pavlov mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi leher pada
seekor anjing. Sehingga keluar kelenjar air liurnya dari luar. Apabila
diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluar air liur anjing tersebut.
Kemudian dalam percobaan berikutya sebelum makanan diperlihatkan,
diperlihatkanlah sinar merah terlebih dahulu, kemudian baru makanan. Dengan
sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan demikian di lakukan
berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan sinar merah
saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula.
Makanan adalah rangsangan wajar, sedangkan merah rangsangan buatan. Ternyata
kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini
akan menimbulkan syarat (kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing
tersebut. Dari eksperimen tersebut, setelah pengkondisian atau pembiasaan,
dapat di ketahui bahwa daging yang menjadi stimulus alami dapat di gantikan
oleh sinar merah sebagai stimulus yang dikondisikan (conditioned stimulus).[7] Ketika sinar merah di nyalakan ternyata air liur anjing keluar sebagai
respon-nya. Pavlov berpendapat bahwa kelenjar-kelenjar yang lainpun dapat
dilatih sebagaimana tersebut.
Apakah situasi ini bisa diterapkan pada manusia? Ternyata dalam kehidupan
sehari-hari ada situasi yang sama pada anjing. Sebagai contoh, suara lagu dari
penjual es creem Walls yang berkeliking dari rumah kerumah. Awalnya mingkin
suara itu asing, tetapi setelah si penjual es creem sering lewat, maka nada
lagu tersebut bisa menerbitkan air liur.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi
pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus
alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang
diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh
stimulus yang berasal dari luar dirinya.
C. Aplikasi teori
behavioristik dalam pembelajaran.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran yaitu karena memandang pengetahuan adalah objektif,
pasti, tetap dan tidak berubah
pengetahuan disusun dengan rapi sehingga belajar adalah perolehan
pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of
knowladge) kepada orang yang belajar. Fungsi pikiran adalah untuk menjiplak
struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berfikir yang dapat
dianalisis dan dipilih, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berfikir
seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut.
Belajar
merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan
respon.[8]
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang
berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Aliran
psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan
teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran
behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak
sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus
responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon
atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata.
Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan
menghilang bila dikenai hukuman.
Secara
umum langkah-langkah pembelajaran yang berpijak pada teori behavioristik yang
dikemukakan oleh Sociati dan Prasetya Irawan (2001) dapat digunakan dalam
merancang pembelajaran, langkah-langkah pembelajara tersebut antara lain :
1.
Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran
2.
Menganalisis lingkungan kelas yang ada saat ini
termasuk mengidentifikasi pengetahuan awal siswa
3.
Menentukan materi pembelajaran
4.
Memecah materi pembelajaran menjadi bagian
kecil-kecil, meliputi pokok bahasan, sub pokok bahasan, topik dsb
5.
Menyajikan materi pembelajaran
6.
Memberikan stimulus, dapat berupa, pertanyaan baik
lisan maupu tertulis, tes atau kuis, latihan atau tugas-tugas
7.
Mengamati dan mengkaji respon yang diberikan
siswa
8.
Memberikan penguatan atau reinforcement
(mungkin penguatan positif ataupun penguatan negatif), ataupun hukuman
9.
Memberikan stimulus baru
10.
Memberikan penguatan lanjutan atau hukuman
11.
Evaluasi belajar[9]
Demikian
halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu
membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para
pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan
standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para
pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya
pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak
teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Pembiasaan
dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih
banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam
penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan
keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang
pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai
penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang
berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh
sistem yang berada di luar diri pebelajar.
D.
Tujuan Pembelajaran Behaviorism
Tujuan
pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan
pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas mimetic, yang menuntut pembelajar
untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk
laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada
ketrampilan yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian
ke keseluruhan.
1.
Berkomunikasi atau transfer prilaku adalah
pengambaran pengetahuan dan kecakapan peserta didik (tidak mempertimbangkan
proses mental
2.
Pengajaran adalah untuk memperoleh keinginan
respon dari peserta didik yang dimunculkan dari stimulus
3.
Peserta didik harus mengenali bagaimana
mendapatkan respon sebaik mungkin pada kondisi respon diciptakan.[10]
Pembelajaran
mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih
banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan
evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi
menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya
menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang
benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara benar sesuai dengan keinginan
guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya.
Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan
pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran.
Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.
E. Prinsip-prinsip teori Pembelajaran Behavioristik
Dalam pembelajaran behaviorisme pembelajaran merupakan penguasan respons
(Acquisition of responses) dari lingkungan yang dikondisikan. Peserta didik
haruslah melihat situasi dan kondisi apa yang yang menjadi bahan pembelajaran.
Berikut ini adalah prinsip-prinsip pembelajaran
behavioristik Menekankan pada pengaruh lingkungan terhadap perubahan perilaku.
1.
Mengunakan prinsip penguatan, yaitu untuk menidentifikasi aspek paling
diperlukan dalam pembelajaran untuk mengarahkan kondisi agar peserta didik
dapat mencapai peningkatan yang diharapkan dalam tujuan pembelajaran.
2.
Menidentifikasi karakteristik peserta didik, untuk menetapkan pencapaian
tujuan pembelajaran.
Dan Skinner juga memuat dalam bukunya tentang
prinsip-prinsip behavioristik, berikut ini prinsip yang dikemukakan oleh
skinner dalam bukunya yang berjudul The Behavior of Organism.
Beberapa prinsip Skinner:
1)
Hasil belajar harus segera
diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi
penguat.
2)
Proses belajar harus
mengikuti irama dari yang belajar.
3)
Materi pelajaran,
digunakan sistem modul.
4)
Dalam proses pembelajaran,
tidak digunkan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah, untukmenghindari
adanya hukuman.
5)
dalam proses pembelajaran,
lebih dipentingkan aktifitas sendiri.
6)
Tingkah laku yang
diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah diberikan dengan
digunakannya jadwal variabel Rasio rein forcer.
F. Kelebihan dan kekurangan dalam teori pembelajaran behavioristik
Kelebihan,
kekurangan dan permasalahan yang muncul dalam pembelajaran
Sesuai dengan teori ini, guru dapat menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi intruksi singkat yang diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hirarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.
Sesuai dengan teori ini, guru dapat menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi intruksi singkat yang diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hirarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.
Tujuan
pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian
suatu ketrampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat
diukur dan diamati. Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan
digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan.
a.
Kelebihan
Dalam
teknik pembelajaran yang merujuk ke teori behaviouristik terdapat beberapa
kelebihan di antaranya :
1)
Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka
pada situasi dan kondisi belajar.
2)
Metode behavioristik ini sangat cocok untuk
memperoleh kemampuan yang menbutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung
unsur-unsur seperti: kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleksi, daya tahan,
dan sebagainya.
3)
Guru tidak banyak memberikan ceramah sehingga
murid dibiasakan belajar mandiri. Jika menemukan kesulitan baru ditanyakan kepada
guru yang bersangkutan
4)
Teori ini cocok diterapkan untuk melatih
anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa , suka mengulangi
dan harus dibiasakan , suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan
langsung seperti diberi permen atau pujian.[13]
b.
Kekurangan
Teori Thorndike
terlalu memandang manusia sebagai mekanisme dan otomatisme disamakan hewan.
1.
Memandang belajar merupakan asosiasi belaka
antara stimulus dan respon
2.
Mengabaikan pengertian belajar sebagai unsure
pokok
3.
Proses belajar berlangsung secara teoritis
Selain
teorinya, beberapa kekurangan perlu dicermati guru dalam menentukan teknik pembelajaran yang mengacu ke teori ini,
antara lain:
a)
Sebuah konsekuensi bagi guru, untuk menyusun
bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap
b)
Tidak setiap mata pelajaran bisa menggunakan
metode ini
c)
Penerapan teori behavioristik yang salah dalam
suatu situasi pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran
yang sangat tidak menyenangkan bagi
siswa yaitu guru sebagai sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung
satu arah, guru melatih dan menentukan
apa yang harus dipelajari murid
d)
Murid berperan sebagai pendengar dalam proses
pembelajaran dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara
belajar yang efektif
e)
Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh
para tokoh behavioristik justru dianggap metode yang paling efektif untuk
menertibkan siswa
f)
Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari luar
dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru.
F. Analisis Tentang Teori Behavioristik
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar adalah sebagai suatu proses perubahan tingkah laku. Reinforcement dan punishment sebagai stimulus untuk
merangsang pembelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan
kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi
pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan
tertentu. Bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai
yang komplek (Paul, 1997).
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Diantara teori tersebut, teori Skinnerlah yang
paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik.
Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran
berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada
konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement),
merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan
Skiner.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak
menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang
mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung
membatasi pembelajar untuk berpikir dan berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar.
Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie,
yaitu:
1.
Pengaruh hukuman
terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara;
2.
Dampak psikologis yang
buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila
hukuman berlangsung lama;
3.
Hukuman yang mendorong
si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas
dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan
hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif.
Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila
hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda
dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus)
harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang
pebelajar perlu dihukum karena melakukan kesalahan.
Jika pebelajar tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus
ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan pebelajar (sehingga ia
melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini
mendorong pebelajar untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut
penguatan negatif.
BAB
III
PENUTUP
Behavioristik merupakan salah aliran psikologi yang memandang
individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek–aspek
mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat,
minat dan perasaan individu dalam suatu belajar.
Menurut teori ini, peristiwa belajar semata-mata melatih
refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai
individu. Refleks yang bisa meberikan respons kepada peserta didik dalam proses
pembelajaran.
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan
tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus
untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada
penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas mimetic, yang
menuntut pembelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah
dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes.
Tokoh-Tokoh dan Pemikirannya terhadap Teori
Belajar Behavioristik.
a.
Pavlov : Classic Conditioning
b.
Skinner : Operant conditioning
c.
Edwin Gut hrie : Conditioning
d.
Watson : Conditioning
e.
Thorndike : koneksionisme.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung
dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran,
karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Ahmadi, Abu, Psikologi Belajar, Jakarta : PT. Asdi Mahasatya,
2004
B. Uno, Hamzah, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, Jakarta
: PT Bumi Aksara, 2006
Bambang warsita, Teknologi
pembelajaran, Rineka cipta, 2008.
Budiningsih,
C., Asri , Belajar
dan Pembelajaran, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005
Kamalfachri,
“Teori Behavioristik”, dalam Website file:///H:/Teori behavioristik dan Permaslahan/Kamalfachri.
Weblog.htm, data diakses pada tanggal 2 Juni 2011.
Gage, N.L., & Berliner, D. Educational
Psychology, 1979.
Hall S. Calvin & Lindzey, Gardner, Psikology kebribadian 3, Teori-Teori
sifat dan behavioristik(diterjemahkan dari bukuTheories of
personality, New york, Santa barbara Toronto, 1978) , yogyakarta: Kanisius, 1993.
Riyanto, Yatim, Paradigma Baru Pembelajaran, Jakarta :
Pranada Media Group, 2009
Skinner,
The Behavior of Organism, 1989.
Slavin, Belajar dan Pembelajaran, 2000.
Sukardjo, Landasan
Pendidikan Konsep dan Aplikasinya, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2009
Yamin, Martinis, Paradigma Baru Pembelajaran, Jakarta :
Gaung Persada Press, 2011
[1] Gage, N.L.,
& Berliner, D. Educational Psychology. 1979. Hal. 13
[2] Budiningsih,
C., Asri , Belajar
dan Pembelajaran, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005, Hal. 20
[3] Riyanto,
Yatim, Paradigma Baru Pembelajaran, Jakarta : Pranada Media Group, 2009,
Hal. 6
[4] Ibid.
Hal. 7
[6] Ibid. Hal.
25
[7] Hall S. Calvin
& Lindzey, Gardner, Psikology kebribadian 3, Teori-Teori sifat dan behavioristik(diterjemahkan
dari bukuTheories of personality, New york, Santa barbara Toronto, 1978) , yogyakarta:
Kanisius 1993, Hal. 202
[8] Slavin, Belajar dan Pembelajaran. 2000. Hal. 143
[9] Riyanto,
Yatim, Paradigma..., Jakarta : Pranada Media Group, 2009, Hal. 30
[10] Yamin,
Martinis, Paradigma Baru Pembelajaran, Jakarta : Gaung Persada Press,
201. Hal. 18
[11] Bambang
warsita, Teknologi pembelajaran,
Rineka cipta, Thn. 2008. Hal. 88
[13] Kamalfachri,
“Teori Behavioristik”, dalam Website file:///H:/Teori behavioristik dan Permaslahan/Kamalfachri.
Weblog.htm, data diakses pada tanggal 2 Juni 2011.
ijin ngutip yaa,,,, timakasih,,,
BalasHapusIjin
BalasHapus